Akibatnya ECI dimuliakan dan Pribumi dihinakan. Ini tak adil! Kita semua mungkin tak sadar kalau ECI—Cina Komunis—Cina Kuomintang akan memperalat TNI melakukan represif dalam merealisasikan niat aneksasinya terhadap NKRI. Inilah Anarchy Democracy. Mahasiswa boleh demo tapi tak pernah dikabulkan; berlaku sistem demokrasi tapi berlaku represif.
TNI harus berketetapan hati kembali ke khitohnya yaitu sebagai alat negara. Tugas TNI mengemban politik negara seperti pada makna pesan Panglima Besar Jenderal Soedirman yakni “tak pernah berubah-rubah berhadapan dengan segala macam soal dan perubahan”. Politik negara ialah “negara sebagai kekuasaan politik dan oleh sebab itu negara adalah kekuasaan diskriminatif terhadap bangsa lain atau negara lain”. WNI ECI totok identitasnya bangsa lain juga, diperlakukan diskriminatif tak salah dengan rujukan politik negara. Negara lain juga bertindak begitu.
Dari situ kita semua harus paham bahwa TNI sebagai alat negara harapan semua Pribumi. Sebab secara alamiah:—TNI dari Pribumi—TNI untuk Pribumi—TNI oleh Pribumi. Dari situ diketahui persis bahwa “titik temu NKRI harga Mati” dalam Negara Pancasila adalah Pribumi. Dengan demikian jika ada Pribumi diperlakukan tak adil maka TNI berkewajiban membebaskannya. Sebaliknya bukan alat kekuasaan bagai yang diindikasikan perintah Pangdam Jaya tersebut. Kasihan TNI terlibat dalam urusan sederhana yakni politik etnisitas antara:—Jokowi—IB HRS—ECI dan Cina Komunis yang tak mau diselesaikan sendiri lalu membiarkan TNI menanganinya walaupun caranya Anarchy Democracy.
Di sini jelas pula bahwa TNI bukan dari ECI, TNI bukan untuk ECI, TNI bukan oleh ECI. Sebab asal usul ECI adalah bangsa lain, Cina Komunis. TNI patut pula memperbaharui memori politik etnisitasnya bahwa Cina Komunis dan Cina Kuomintang, benar dua negara berbeda. Namun keduamya masuk “One China Policy”. Cina Komunis melalui pemimpinnya Mau Tse Tung sekarang dilanjutkan Xi Jinping, mengemban misi mengkomuniskan semua etnis Cina termasuk Overseas Chinese. Sedangkan Cina Kuomintang melalui pemimpinnya Chiang Kai Shek sekarang dilanjutkan Tsai Ing-wen mengemban misi pembaharuan Cina dari Kekaisaran menjadi negara demokrasi. Jadi keduanya berbeda aliran politik namun memiliki tujuan “One China Policy”. Artinya siapa saja yang menang, itulah penentu ideologi politik Cina, mau sistem Komunis atau sistem demokrasi di Main Land China.
Nah, dengan jelasnya infiltrasi dan kamuflatif— ECI—Cina Komunis—Cina Kuomintang di Indonesia, maka melalui peringatan HUT TNI ke-77 tahun ini, Pribumi mengharapkan kepada TNI untuk konsisten pada tegaknya politik negara yang sesuai dengan pesan Panglima Besar Jenderal Soedirman di atas. Harapan ini penting jadi atensi TNI, sebab TNI adalah pejuang revolusioner yang turut dalam proses pencapaian Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 oleh Seokarno-Hatta. TNI mendahului Negara Pancasila. Oleh karena itu, TNI adalah simbol integrasi nasional. Kasus seperti ini di dunia hanya ada 4 negara yakni Indonesia (1945), Vietnam (1945), Israel (1948), dan Aljazair (1962).
Oleh : M.D. La Ode. Ahli Politik Etnisitas